pengertian ilmu usaha tani
Ilmu
usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mngusahakan dan
mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai
modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan,
ilmu usahatani mrupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan,
mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor faktor produksi
seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan
semaksimal mungkin.
Ada banyak definisi ilmu usahatani yang diberikan. Berikut
ini beberapa definisi menurut beberapa pakar,
• Menurut Daniel
Ilmu usahatani merupakan ilmu yang
mempelajari cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai
faktor produksi seperti lahan, tenaga, dan modal sebagai dasar bagaimana petani
memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga
memberikan hasil maksimal dan kontinyu.
• Menurut Efferson
Ilmu usahatani merupakan ilmu yang
mempelajari cara-cara mengorganisasikan dan mengoperasikan unit usahatani
dipandang sudut efisien dan pendapatan yang kontinyu.
• Menurut Vink (1984)
Ilmu usahatani merupakan ilmu yang
mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur usaha tani agar
memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya.
• Menurut Prawirokusumo (1990)
Ilmu usahatani merupakan ilmu
terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan
sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan, atau
perikanan. Selain itu, juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada usaha pertanian, peternakan,
atau perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh petani/peternak
tersebut.
• Menurut Soekartawi (1995)
Bahwa ilmu usahatani adalah ilmu
yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara
efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu.
• Menurut Adiwilaga (1982),
Ilmu usahatani adalah ilmu yang
menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang melakukan
pertanian dan permasalahan yang ditinjau secara khusus dari kedudukan
pengusahanya sendiri atau Ilmu usahatani yaitu menyelidiki cara-cara seorang
petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur dan menjalankan perusahaan
itu.
Dari
berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan melalui produksi
pertanian yang berlebih maka diharapakan memperoleh pendapatan tinggi. Dengan demikian,
harus dimulai dengan merencanakan untuk menentukan dan mengkoordinasikan
penggunaan faktor-faktor produksi pada waktu yang akan datang secara efisien
sehingga dapat diperoleh pendapatan yang maksimal. Dari definisi tersebut juga
terlihat ada pertimbangan ekonomis di samping pertimbangan teknis.
•
Uraikan
dengan jelas mengenai Tri Tunggal Usahatani
Dalam usahatani ada tiga elemen
pokok yaitu lahan, tanaman atau ternak yang akan dibudidayakan dan petani
sebagai juru tani dan pengelola usahatani. Hubungan antara ketiga elemen pokok
ini tak dapat dipisahkan satu sama lain, dan oleh karenanya disebut sebagai TRI
TUNGGAL USAHATANI.
•
Lahan
Kemampuan
lahan sebagai input pertanian dinilai dari :
• Kesesuaian lahan untuk ditanami jenis tanaman
tertentu. Makin banyak jenis tanaman yang sesuai ditanam di lahan tersebut maka
kemampuan lahan akan semakin tinggi.
• Kemampuan lahan untuk berproduksi. Lahan yang subur
akan mampu menghasilkan produksi tanaman yang tinggi. Oleh karena itu lahan
yang subur memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
• Kemampuan lahan untuk diolah secara berlanjut. Lahan
yang dirawat melalui konservasi lahan, terutama yang letaknya di lereng-lereng
pegunungan akan bernilai lebih tinggi dibandingkan lahan tidur yang tak pernah
dirawat
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi baik buruknya
kelas kemampuan lahan pertanian adalah:
•
kemiringan lereng
•
irigasi dan
drainase
•
kedalaman tanah
•
tekstur bawah
•
derajat kelembaban
•
permeabilitas
•
resiko kebanjiran
•
Tanaman
Sebagaimana telah dijelaskan
terdahulu, tanaman adalah pabrik pertanian primer. Tumbuhan dapat mengambil
gas karbondioksida dari
udara me-lalui daunnya. Akar
tumbuhan menyerap hara dari
dalam tanah. Selanjutnya dengan memanfaatkan sinar matahari, tanaman melakukan
proses fotosintesis yang menghasilkan biji, buah, serat dan minyak.
•
Petani
Dalam menjalankan usahataninya, petani
memiliki dua peran yaitu sebagai
kultivator (juru tani)
dan manajer (pengelola)
adalah sebagai juru
tani. Dalam melakukan
perannya sebagai juru tani,
petani melakukan berbagai kegiatan
seperti menyemaikan benih, menanam,
menyiang, mengatur irigasi serta
melindungi tanaman terhadap
hama, penyakit dan gulma. Peran petani
sebagai pengelola mencakup tak
hanya keterampilan fisik semata
namun lebih merujuk pada keterampilan
berpikir, mengatur dan
mengorganisasikan usahatani. Tugas petani
terpenting sebagai manajer adalah
mengambil keputusan bisnis,
termasuk melakukan tawar menawar
dalam proses pemasaran
dan negosiasi bisnis lainnya.
Sejarah Perkembangan Usahatani Di Indonesia Mulai Dari
Jaman Penjajahan Hingga Sekarang.
Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dan dominan dalam kehidupan bangsa Indonesia dari sejak
sebelum kemerdekaan. Sebagian besar
penduduk berada di perdesaan dan bersandar pada sektor pertanian. Produksi
pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat hampir seluruhnya dihasilkan oleh
pertanian rakyat. Namun demikian selama masa penjajahan, pertanian rakyat tidak
banyak mengalami kemajuan. Bahkan
di Jawa, petani pada dasarnya mensubsidi
perusahaan besar dengan upah dan sewa tanah yang rendah. Sebagai warisan kolonial struktur pertanian bersifat dualistik, antara sektor pertanian rakyat yang tradisional
dengan usaha pertanian besar
khususnya perkebunan yang modern yang ditangani oleh kaum pendatang.
Dalam rangka politik etis, pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1905 mendirikan Departemen Landbouw, Neiverheid en Handel (Departemen Pertanian, Kerajinan dan
Perdagangan), disusul dengan pembentukan Landbouw Voorlichtings Dienst (Dinas Penyuluhan Pertanian) pada tahun 1910
sebagai cikal bakal Dinas Pertanian Rakyat. Namun lembaga tersebut tidak
efektif dalam mentransformasikan
pertanian rakyat karena memang usaha ke arah itu tidak dilakukan dengan sangat sungguh-sungguh.
Sejak awal kemerdekaan, pemerintah memberikan perhatian khusus pada
pembangunan pertanian. Upaya pokok untuk meningkatkan produksi guna memenuhi kebutuhan pangan penduduk dititikberatkan pada peningkatan produktivitas
usaha tani. Pada tahun 1947 melalui "Rencana Kasimo", diupayakan
peningkatan produksi pangan melalui perbaikan usaha tani. Setelah pengakuan
kedaulatan ada "Rencana Kesejahteraan Istimewa" (RKI) yang merencanakan pembangunan Balai Benih, pengelolaan
dan perbaikan pengairan
perdesaan, pembangunan Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD), Percobaan Pengusahaan Tanah Kering
(PPTK), perbaikan lahan kritis, serta
pembangunan taman ternak dan pusatpusat pembibitan ternak. Pada tahun 1958
didirikan "Padi Sentra", yaitu intensifikasi yang dipusatkan pada sentra-sentra produksi padi melalui pemberian kredit natura dan modal kerja
kepada petani. Dengan terus meningkatnya impor beras, Kementerian Pertanian Kabinet Kerja memutuskan bahwa dalam tiga tahun
sejak tahun 1959 Indonesia harus
sudah swasembada beras, dan untuk itu dibentuk Komando Operasi Garakan Makmur (KOGM). Namun upaya-upaya tersebut tidak dapat terlaksana karena situasi
politik dan keamanan yang senantiasa bergejolak dan terbatasnya dana yang dapat disediakan
untuk mendukung pelaksanaannya.
Konsep intensifikasi kemudian diperbaharui berdasarkan hasil Pilot Proyek
Demonstrasi Panca Usaha Lengkap yang dilakukan di Karawang pada musim
tanam (MT) 1963/64. Panca Usaha merupakan paket teknologi berupa penggunaan
bibit unggul, pemupukan,
pengendalian hama dan penyakit, perbaikan pengolahan lahan, serta pengaturan tata air irigasi. Pada MT
1964/65 dilaksanakan Demonstrasi Massal (Demas) intensifikasi seluas 10.200
hektare di 15 propinsi sentra produksi dengan hasil yang sangat menggembirakan. Namun kondisi sosial
ekonomi dan politik pada saat itu
sangat tidak memungkinkan bagi penerapan konsep intensifikasi ini secara cepat
dan meluas. Bahkan kegiatan petani sangat terganggu dengan memanasnya situasi politik terutama karena agitasi Barisan Tani Indonesia (BTI) yang
merupakan bagian dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Produksi pertanian terutama
beras mengalami
stagnasi yang diikuti dengan kenaikan harga yang tinggi.
Dalam situasi demikian lahirlah Orde Baru yang bertekad untuk memperbaiki seluruh aspek kehidupan bangsa,
termasuk kehidupan ekonomi, kembali secara murni dan konsekuen pada pengamalan
Pancasila dan pelaksanaan UUD 1945. Setelah melalui masa stabilisasi dan rehabilitasi, dilancarkan
pembangunan nasional dengan titik berat
pada pembangunan ekonomi yang ditekankan pada pembangunan sektor pertanian
dengan sasaran terutama pada peningkatan
produksi pangan dan penciptaan lapangan kerja sekaligus untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
petani.
Upaya untuk membangun sektor pertanian pada saat itu dititik beratkan pada
program intensifikasi yang dikenal dengan Bimbingan Massal (Bimas) yang merupakan pelaksanaan Panca Usaha lengkap didukung oleh bantuan kredit murah. Pada
tahun 1968 diperkenalkan varietas unggul baru PB5 dan PB8 yang memiliki potensi
produksi lebih tinggi, tanggap terhadap pemupukan, dan berumur pendek serta lebih tahan terhadap hama
penyakit dibanding varietas unggul sebelumnya. Dengan makin
meluasnya pelaksanaan Bimas dan makin
tumbuhnya kesadaran petani untuk menerapkan teknologi anjuran, maka sejak tahun
1968 dilaksanakan program Intensifikasi
Massal (Inmas) yang merupakan program intensifikasi tanpa bantuan kredit murah.
Guna mensukseskan pelaksanaan program intensifikasi sekaligus meningkatkan
pendapatan petani, pembinaan BUUD/KUD selanjutnya diatur dengan Inpres Nomor 2 tahun 1978. Kemudian dengan Inpres Nomor 4
Tahun 1984 pembinaan dan pemantapan sistem organisasi KUD makin disempurnakan.
Dalam rangka mengembangkan usaha tani kecil, pelaksanaan program intensifikasi dilakukan melalui
pendekatan kelompok. Untuk itu dibentuk kelompok tani yang beranggota 25-30
orang, sebagai kelompok belajar
dan sekaligus sebagai kelompok usaha untuk membina kerjasama antar petani.
Sejak tahun 1974 diperkenalkan Intensifikasi
Khusus (Insus) yang merupakan pengelolaan intensifikasi usaha tani padi
pada hamparan kelompok. Penanaman serentak pada satu hamparan tersebut dilakukan
juga dalam rangka menanggulangi ledakan hama
wereng, sekaligus dibarengi dengan penggunaan varietas unggul tahan wereng
(VUTW). Di samping itu, diterapkan pula Operasi Khusus (Opsus) untuk
daerah-daerah yang belum terjangkau
program intensifikasi, khususnya di wilayah terpencil atau wilayah produksi
padi gogo dan gogo rancah. Dalam perkembangan selanjutnya digalang kerjasama antar kelompok tani dalam satu wilayah yang luas, seperti wilayah irigasi
tersier atau Wilayah Kerja Balai
Penyuluhan Pertanian (WKBPP).
Melalui berbagai pola intensifikasi tersebut di atas, petani makin terbiasa
bekerja dengan menerapkan teknologi yang sesuai, sehingga produktivitas terus meningkat. Sementara itu
dalam rangka mempercepat peningkatan produksi padi dilaksanakan pula upaya rehabilitasi dan pembangunan jaringan irigasi
serta pencetakan sawah baru.
Sawah-sawah baru tersebut segera dimanfaatkan dalam perluasan areal
intensifikasi. Upaya peningkatan produksi melalui intensifikasi juga didukung oleh penyediaan pupuk yang diproduksi dalam negeri, pengembangan benih-benih unggul baru, serta kebijaksanaan
harga dan subsidi yang memberikan perangsang pada petani untuk menerapkan teknologi baru.
Terjadilah apa yang disebut Revolusi Hijau,
yang mengantarkan pada salah satu keberhasilan pembangunan yang menonjol dalam
PJP I, yaitu tercapainya swasembada beras pada tahun 1984. Pada tahun 1984
tersebut produksi beras mencapai 25,8 juta ton dengan luas panen 9,8 juta
hektare, diantaranya luas panen intensifikasi sekitar 7,4 juta hektare, serta
melibatkan sekitar 12 juta keluarga tani.
Meluasnya pelaksanaan program intensifikasi dengan menggunakan paket sarana
produksi telah mendorong meningkatnya penggunaan pestisida secara kurang
bijaksana yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan terbunuhnya musuh-musuh
alami, serta timbulnya eksplosi hama. Berdasarkan Inpres Nomor 3 Tahun 1986
telah dilarang penggunaan 57 jenis pestisida, dan pengendalian hama terpadu
(PHT) dijadikan sebagai strategi pengendalian llama dan penyakit. Para petani
dilatih tentang penerapan teknik-teknik PHT melalui metode dinamika kelompok
dalam Sekolah Lapangan PHT (SLPHT). Sejak tahun 1989 subsidi pestisida dihapus.
Sementara itu dalam rangka
meningkatkan pendapatan, taraf hidup dan kemandirian petani ditetapkan tatanan kelembagaan baru,
yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman,
yang antara lain memberi kebebasan
kepada petani untuk memilih pengusahaan komoditas yang paling menguntungkan.
Pada tahun terakhir PJP I produksi beras mencapai 31.318 ribu ton dengan
luas panen 11,0 juta hektare diantaranya luas panen intensifikasi sekitar 9,5
juta hektare. Berdasarkan sensus pertanian tahun 1993 jumlah keluarga tani adalah 21,5 juta dengan pemilikan rata-rata lahan 0,83 hektare, yang sebagian besar
mengusahakan tanaman pangan.
Struktur
perekonomian Indonesia merupakan topik strategis yang sampai sekarang masih
menjadi topik sentral dalam berbagai diskusi di ruang publik. Gagasan mengenai
langkah-langkah perekonomian Indonesia menuju era industrialisasi, dengan
mempertimbangkan usaha mempersempit jurang ketimpangan sosial dan pemberdayaan
daerah, sehingga terjadi pemerataan kesejahteraan kiranya perlu kita evaluasi
kembali sesuai dengan konteks kekinian dan tantangan perekonomian Indonesia di
era globalisasi.
Tantangan
perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu
bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia
sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada
235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk
yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga
arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan
rakyatnya.
Berdasarkan
pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur
perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka
kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan
pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.
Seiring
dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai
permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan
jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan
luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk
bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk
tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga
bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis
semakin berkurang.
Selain
berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per
hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah
karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk
dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis
yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El
Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air
yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.
Sesuai
dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari
kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri.
Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan
kita, terutama karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang
diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati
bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur
tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur
perekonomian Indonesia.
Struktur
tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76
persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar
20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja
dari 1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel
dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan
pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi,
perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa
pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor
pertanian memang hanya memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang
bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor
keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.
Data ini
juga menunjukkan peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat
mayoritas tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai
dengan permasalahan di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka
kita mempunyai dua strategi yang dapat dilaksanakan untuk pembukaan lapangan
pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.
Pertimbangan
Dalam Perencanaan Usahatani
-pertimbangan ekonomis seperti pasar hasil, pasar faktor produksi,
infrastruktur, dan nilai tambah
-pertimbangan tekhnis budidaya dan iklim
-pertimbangan sosial budaya masyarakat
-pertimbangan potensi dan daya dukung lahan berbagai macam jenis tanaman
I really like it when individuals get together and share views.
BalasHapusGreat website, stick with it!
My page - fetish cams